Senin, 01 Juni 2009

Kapal Perang Malaysia Main ke Ambalat ... lagi?!

Lagi-lagi kapal perang Malaysia melanggar batas wilayah dengan memasuki perairan wilayah NKRI (tepatnya sebelah tenggara perairan Ambalat).

[Kapal jenis "Fast Attack Craft" milik angkatan laut Malaysia bernama KD Baung-3509, Sabtu sekitar pukul 06.00 Wita, secara terang-terangan mealkukan provokasi dengan memasuki perairan NKRI sejauh 7,3 mil laut pada posisi 04,00,00 LU dan 118,09,00 BT dengan kecepatan 11 knot.

Titik posisi pelanggaran kapal Malaysia itu berhasil dideteksi melalui radar Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Untung Suropati-872 yang sedang berpatroli. Selanjutnya KRI yang dikomandani Mayor Laut (P) Salim tersebut memutuskan untuk melaksanakan perang tempur bahaya kapal permukaan dan melakukan pengejaran pada kapal asing tersebut. Dua KRI lain yakni KRI Pulau Rimau dan KRI Suluh Pari yang juga sedang berpatroli di sektor perbatasan sebelah utara perairan Ambalat juga bergabung melaksanakan pengejaran.

Setelah mendekati titik pengejaran dan mengidentifikasi secara visual barulah diketahui kapal perang Malaysia itu adalah KD Baung-3509. Lalu KRI Untung Suropati melakukan 'shadowing' dan dalam proses ini pula KD Baung sempat melakukan empat kali manuver zig-zag serta meningkatkan kecepatan kapal. Ketegangan pun terjadi selama 1,5 jam, sampai akhirnya KRI Untung Surapati berhasi menghalau kapal perang Malaysia tersebut kembali ke perairannya.]

Lucunya, kapal perang Malaysia ini merasa bahwa mereka sama sekali tidak melanggar batas perairan. Haduh, harusnya pemerintah kita bisa ngasih peringatan lebih tegas daripada sekedar shadowing, serempet dikit kek, tembak kek, atau jangan-jangan Malaysia tahu bahwa alutsista negara kita sangat memprihatinkan???Jangan-jangan kalo kita serempet malah kapal perang kita yang rontok duluan?? Atau karena kita emang gak punya peluru untuk sekedar ngasih tembakan peringatan??

Gak perlulah gw kompor-komporin kalian dengan seruan seperti "GANYANG MALAYSIA!" atau seruan-seruan provokasi lainnya karena tulisan ini toh tidak dibuat dengan tujuan memprovokasi agar bangsa kita maju berperang melawan Malaysia. Yang jelas hal yang paling gw sesalkan disini adalah tidak adanya respon tegas dari pemerintah. Jangankan respon, mungkin beliau sama sekali tidak tahu-menahu tentang isu ini. Saking repotnya beliau dengan agenda kampanyenya, cuap-cuap kesana-kemari, cari dukungan sini-situ.

Yassalam pak,.please lah,.jangan buat saya menyesal karena telah memilih bapak 2004 lalu. Paling tidak berikan saya satu alasan baik untuk memilih bapak pada pilpres 2009 ini. Saya tidak butuh alasan bagus karena alasan bagus mudah dibuat bermodal kata-kata manis dengan tambahan bumbu rendah hati ala nasionalisme. Cukup berikan saya satu alasan baik agar saya tahu bapak benar-benar peduli akan kedaulatan bangsa kita. Tidak perlulah sampai menjatuhkan vonis perang, cukup nyatakan saja dengan perbuatan tegas dalam menjaga perbatasan NKRI. Jangan sampai harga diri republik kita tercinta diinjak-injak dan dipermainkan terus oleh negara tetangga tak tahu malu.

Kamis, 28 Mei 2009

TNI Butuh Anggaran yang Layak!!!

"Tempalah besi selagi panas", peribahasa ini sangat cocok untuk menggambarkan betapa mendesaknya kebutuhan TNI akan anggaran yang layak.

Saya sependapat dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla (tanpa bermaksud kampanye) yang secara jujur mengakui bahwa keterbatasan anggaran adalah salah satu faktor yang menyebabkan jatuhnya Hercules (hal yang langsung dibantah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono). TNI minta anggaran Rp 127 triliun (minimum essential requirement*) , tetapi yang disetujui Pemerintah dan DPR hanya Rp 33,6 triliun, dan dari jumlah itu lebih dari 60 persen habis untuk gaji dan biaya rutin. Jelas hal ini sangat berisiko untuk kegiatan perawatan pesawat-pesawat terbang TNI yang umurnya rata-rata di atas 30 tahun. Sebagai bangsa sesungguhnya kita patut merasa miris dan malu bila mendapati bagaimana para komandan di TNI harus menggerakkan kegiatan unit-unit mereka, yang pada umumnya tidak dibekali dengan dukungan logistik yang memadai oleh Pemerintah. Bisa jadi hanya karena semangat juang yang tinggi, dengan atau tanpa dukungan logistik yang memadai, para prajurit kita tetap menjalankan tugasnya. Kita tahu dengan kondisi yang seperti itu sangat sulit mengharapkan hasil seperti yang diharapkan, karena jelas mereka harus bertugas dalam kondisi yang jauh dari kecukupan prajurit dan satuan tempur yang profesional.

Misalnya, Pusat Latihan Tempur TNI AD di Baturaja, Sumatera Selatan, yang luasnya 430.000 hektare dan membentang di wilayah yang panjangnya hingga 40 kilometer, kini lebih sering sepinya ketimbang diramaikan oleh salak senapan, dentuman meriam, atau derak roda tank, karena ketiadaan biaya untuk menggerakkan pasukan sampai satu batalyon, dengan dukungan tank, artileri dan bantuan tempurnya untuk berlatih di tempat itu. Walhasil, sulit mengharapkan gerak pasukan yang sinkron bila tidak pernah berlatih bertempur.

Atau, para pencuri ikan tak gentar beroperasi di wilayah perairan kita karena mereka tahu jumlah bahan bakar yang ada di kapal-kapal perang TNI AL, yang tidak memungkinkan berbagai KRI itu mengejar kapal-kapal pencuri ikan. Juga kemampuan TNI AU yang terus menyusut karena pesawat-pesawat semakin tua dan jumlahnya terus berkurang.

Insiden-insiden kecil seperti yang terjadi di Kompi A, Batalyon 751 di Sentani, Kabupaten Jayapura, beberapa waktu lalu hanyalah letupan-letupan kecil yang mengemuka terkait dengan keterbatasan anggaran pertahanan ini. Kebetulan saja pers di kawasan ini sangat sensitif dan hal-hal seperti ini cepat menjadi besar dan mendapat perhatian secara nasional. Mudah-mudahan, itu bukanlah cermin situasi yang terjadi di berbagai batalyon TNI, khususnya yang ada di luar Jawa dan daerah-daerah terpencil.

Kalau itu yang terjadi, makin terpuruklah postur pertahanan kita, karena senjata tua dan tidak andal, sementara para prajuritnya juga mulai merosot moralnya karena persoalan kesejahteraan yang parah pula. Padahal, selama ini faktor penggentar bagi negara-negara tetangga kita, terutama Malaysia, adalah citra prajurit TNI yang pantang menyerah dan daya juangnya tinggi, meski tidak didukung logistik memadai.

Sebagai perbandingan saja, negara tetangga kita Sri Lanka mampu memadamkan pemberontakan kelompok separatis Macan Pembebasan Tamil Eelam (LTTE) hanya setelah Presiden Mahinda Rajapaksa memberi persenjataan yang memadai bagi militernya untuk menumpas kaum separatis itu. Padahal, selama lebih dua dekade kelompok separatis ini tidak bisa ditumpas.

Jadi, apa lagi yang tersisa dari TNI kita? Jika alutsista sudah tua dan hanya punya kemampuan 30 persen, sementara moral prajurit (mungkin) semakin merosot, apakah masih ada faktor penggentar di negeri ini? Lalu, siapa lagi yang akan mengawal negeri dengan 17.000 pulau dan berpenduduk 230 juta ini? Maka berilah TNI anggaran yang layak supaya mereka pantas disebut prajurit pejuang yang profesional. Mengingat SBY adalah sosok presiden yang berasal dari latar belakang militer, lalu kenapa hal penting seperti ini kurang diperhatikan?



referensi: sinarharapan.co.id

Rabu, 27 Mei 2009

Pemerintahan SBY Gagal Perbarui Alutsista

Beruntunnya kecelakaan yang dialami Tentara Nasional Indonesia, mulai di laut, darat dan baru saja kecelakaan jatuhnya pesawat Hercules C-130 bernomor A-1325 yang mengorbankan sedikitnya 105 orang, 90 orang di antaranya tewas, 10 orang luka berat dan lima orang luka ringan, merupakan cerminan dari kegagalan pemerintahan SBY memperbarui Alutsista.

Ini dibenarkan Wapres Jusuf Kalla, dikatakan, jatuhnya pesawat angkut jenis Hercules C130 milik TNI AU akibat tidak adanya anggaran yang cukup untuk pembelian Alat Utama Sistim Senjata (Alutsista) di Indonesia. “Ini akibat tidak diberikan porsi yang cukup untuk alutsista kita,” kata Wapres Jusuf Kalla di Jakarta, Rabu ketika ditanya komentarnya atas kecelakaan Hercules di Magetan, Jatim.

Menurut Wapres Alutsista yang dimiliki oleh TNI-AU sebagaian besar sudah tua usianya dan dibeli ketika jaman (alm) Jenderal M Jusuf. Oleh karena itu, Wapres menegaskan ke depan soal anggaran Alutsista ini harus segera dipenuhi. “Ini (anggaran alutsista) harus segera. Saya jamin itu,” kata Wapres dengan nada serius.

Apalagi tambah Wapres untuk pesawat angkut jenis Hercules ini tidak hanya dipakai untuk perang tetapi juga untuk tugas-tugas kemanusian di saat damai. Dalam kesempatan itu Wapres juga mengucapkan duka cita yang mendalam kepada keluarga korban.

Hercules jenis C130 dengan nomer resgritasi A1325 mengalami kecelakaan dan jatuh di Desa Geplak, Kecamatan Karas, Kabupaten Megetan, Jawa Timur, Rabu (20/5) pagi sekitar pukul 06.00 WIB.

Pesawat Hercules milik TNI AU yang membawa 98 penumpang dan 14 kru pesawat itu tengah melakukan penerbangan rutin dari Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta dengan tujuan akhir di Biak, Jayapura, dan rencana singgah di Madiun.

Komandan Pangkalan Udara TNI- AU Iswahjudi Magetan, Marsma TNI Bambang Samudra, mengemukakan, hingga Rabu siang pukul 12.20 WIB, korban jatuhnya pesawat Hercules C-130 bernomor A-1325 yang berhasil dievakuasi 105 orang, yang 90 orang di antaranya tewas , 10 orang luka berat dan lima orang luka ringan.

Korban meninggal dievakuasi ke RS TNI-AU Lanud Iswahjudi Magetan, sementara korban luka dievakuasi ke RSUP (rumah sakit umum provinsi) dr. Sudono Madiun, kata Danlanud Iswahjudi kepada pers . Bambang Samudra menjelaskan, hingga kini masih ada beberapa korban yang diupayakan dievakuasi. Namun, memerlukan waktu, karena tubuh korban terjepit bagian mesin atau bagian pesawat lainnya, sehingga badan pesawat itu harus digergaji untuk mengeluarkannya.

Danlanud menuturkan, pesawat yang jatuh di persawahan dan menimpa dua rumah warga di Desa Geplak, Kecamatan Karas, Kabupaten Magetan, Jatim itu, melakukan kontak terakhir pukul 06.25 WIB dari ketinggian 10.000 meter terus merendah mendekati landasan Lanud Iswahjudi. Saat itu cuaca satu km jelang landasan berkabut tipis.”Namun, menit ke 26 dan 27 seterusnya tidak ada kontak lagi,” katanya mengungkapkan.

Korban meninggal selain ke 11 kru pesawat dan tiga warga Desa Geplak yang rumahnya tertimpa pesawat naas itu, juga Panglima Komando Sektor Pertahanan Udara Nasional (Pangkosekhanudnas) IV, Marsma TNI Harsono beserta istri.

Bambang menjelaskan, saat terbang dari Lanuam Halim Perdanakusuma Jakarta pukul 05.30 WIB mengangkut 110 orang (98 penumpang dan 11 kru) termasuk normal, tidak “overload”, karena pesawat buatan AS itu mampu angkut 120 orang atau hingga 17 ton barang. “Pesawat dalam penerbangan rutin dari Halim ke Iswahjudi, Makassar dan lanjut ke Papua,” katanya menjelaskan.

Sejalan dengan kejadian ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Rabu melangsungkan rapat dengan Menhan Juwono Sudarsono, Panglima TNI Djoko Santoso dan Menko Polhukam Widodo AS untuk membahas kecelakaan Hercules TNI-AU di Magetan Rabu (20/5) pagi serta di Wamena .

Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono, usai menyematkan tanda kehormatan bagi Panglima Angkatan Bersenjata Singapura Jenderal Desnon Kuek di Dephan, Jakarta, Rabu mengatakan pada pukul 15.00 WIB ia beserta Menko Polhukam, Panglima TNI dan Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal TNI Subandrio dipanggil Presiden untuk membahas kecelakaan tersebut. Selain kecelakaan Hercules di Magetan, Jawa Tengah, rapat tersebut juga akan membahas kecelakaan yang menimpa Hercules TNI-AU di Wamena pada 11 Mei .

Sementara itu ketika ditanya apakah sudah ada kepastian penyebab kecelakaan, Juwono mengatakan hingga saat ini pihaknya masih menunggu hasil penyelidikan yang dilakukan oleh tim Markas Besar TNI Angkatan Udara. “Saya belum mengetahui penyebabnya, apakah kesalahan teknis atau kesalahan manusia. Kita masih menunggu tim dari Mabes AU untuk mengetahui penyebab yang di Wamena maupun di Magetan tadi pagi,” paparnya.

Juwono mengatakan kecelakaan yang terkait dengan alat utama sistem senjata (alutsista) tersebut tidak terlepas dari minimnya alokasi anggaran untuk perawatan dan pemeliharaan. Ia menjelaskan, idealnya biaya pemeliharaan dan perawatan alutsista adalah 30 persen dari alokasi anggaran pertahanan yang diberikan. Namun saat ini anggaran yang tersedia hanya kurang dari 10 persen.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, Juwono memaparkan, pihaknya menuntut ketelitian dari TNI untuk benar-benar memastikan kondisi dari setiap alutsista yang dimiliki angkatan darat, angkatan laut dan udara sehingga dapat menekan potensi kecelakaan.

Menhan mengakui anggaran yang tersedia bagi sektor pertahanan sangat tidak memadai untuk pemeliharaan dan perawatan apalagi untuk melakukan pengadaan yang baru. “Jadi saya benar-benar meminta atau menuntut ketelitian dari TNI untuk melihat kondisi kesenjataannya,” tegas Menhan.(*)

sumber: [http://bumnwatch.com/i09/pemerintahan-sby-gagal-perbarui-alutsista]

sblumnya sori2 ni klo modal 'copas',.bis gw ngerasa prlu c ngumpul2in info ttg musibah ini,.gw penasaran aja gtu kok bisa2nya isu ttg musibah ini sprti hilang dsapu 'angin' (berita2 ttg komen kontraproduktif dri oknum RM),.pdhl musibah ini bnr2 hal yg pnting utk kta renungkan brsama,.huff,. :(

mgkn sblumnya gw dah prnah blg tpi gpp klo gw ucapin skli lg trut brduka cita bwt korban2 musibah jatuhnya Hercules,smoga amal ibadah mereka dtrima d sisi Tuhan dan kluarga yg dtinggalkan dberi ktabahan,.amin,.

Elegi Alutsista

Ibarat lelaki kuat dan tangguh namun terancam dikebiri, begitulah kondisi TNI kita sekarang. Keperkasaan TNI yang sempat membuat Australia was-was, kini hanya dipandang sebelah mata oleh negara lain, bahkan oleh Malaysia, negara kecil yang tidak lebih luas dari kota Jakarta. Siapa yang menginginkan TNI lemah?

Salah satu bukti kurangnya perhatian pemerintah terhadap TNI adalah minimnya alokasi anggaran untuk ALUTSISTA (alat utama sistem pertahanan) TNI. Akibatnya banyak alutsista kita sudah tidak layak pakai, termasuk pesawat Hercules. Hal ini memicu terjadinya kecelakaan seperti kasus di Magetan, Jawa Timur.

Ironisnya, tidak satu suara dalam menanggapi kasus tersebut, Presiden SBY mengakui pemerintah memotong anggaran alutsista TNI. Namun biaya rutin seperti pemeliharaan dan sebagainya tidak dikurangi. Sangat berbeda dengan pernyataan Wapres Jusuf Kalla, yang terang-terangan menyatakan kecelakaan pesawat TNI sering terjadi akibat minimnya anggaran untuk alutsista. Bahkan JK mengaku sejak 2 tahun lalu telah meminta agar alutsista TNI disempurnakan. Ia meminta agar TNI diberikan dengan panser terbaik yang kita bikin, dari kemampuan dan otak kita sendiri, bukan dari luar. Lain lagi pendapat Sri Mulyani. Menurutnya, alokasi anggaran alutsista TNI merupakan kesepakatan pemerintah bersama DPR, bukan keputusan menkeu.

Terlepas dari siapa yang benar, fakta minimnya anggaran yang disediakan pemerintah menyebabkan TNI menjadi lemah dan merupakan penyebab keadaan alutsista seperti sekarang ini.

Pada APBN 2009, TNI dan Dephan hanya mendapat dana Rp. 35 Triliun pada APBN 2009 atau turun dibanding tahun anggaran 2008 sebesar Rp. 36,39 Triliun. Padahal untuk negara sebesar dan seluas indonesia dibutuhkan dana Rp 100 Triliun pertahun atau USD 11 Milyar setahun. Bandingkan dengan negara sekecil Singapura. Untuk tahun ini tentaranya mendapat anggaran sebesar 4,4 miliar USD. Sementara TNI hanya mendapat 3,6 miliar USD

Minimnya anggaran untuk TNI menyebabkan RI kerap dianggap sebelah mata oleh negara tetangga. Dalam beberapa tahun terakhir, setidaknya negara kita telah dua kali bersitegang dengan Malaysia terkait masalah perbatasan atau kepemilikan pulau. Selama itu pula kita ragu dengan kekuatan bersenjata kita jika perang akhirnya meletus. Malaysia mengetahui kelemahan kita. Karena itu, Tentara DiRaja Malaysia memanas-manasi dengan menembaki kapal TNI AL yang sedang berpatroli.

Belajar dari kasus tersebut, sudah seharusnya pemerintah lebih memperhatikan TNI. Saatnya pemerintah melepaskan diri dari ketergantungan luar negeri terkait pengadaan suku cadang peralatan perang TNI dan membangun industri strategis dalam pengadaan alutsista. Kita mampu melakukan hal ini, jadi ketika kita di-embargo seperti yang dilakukan AS beberapa waktu lalu, TNI tidak kesulitan mendapat suku cadang yang diperlukan. Tidak boleh ada lagi nyawa anggota TNI yang melayang hanya gara-gara masalah sepele, anggaran terbatas. Angkatan bersenjata yang kuat tentu akan menambah besar wibawa bangsa, bukan dalam artian berperang, tetapi setidaknya untuk berjaga-jaga dan agar tidak dianggap remeh negara tetangga.

referensi: (berbagai sumber)

Selasa, 26 Mei 2009

Tukang Cukur SuiniTot (sbuah review ttg film Sweeney Todd)

Setelah hampir 2 thn gk prnh cukur rambut akhirnya gw prgi jg k Barber Shop SuiniTot,.
klo gk slh nama tukang cukurnya JONI DEPrijon (Sunda), brikut dialog antara gw dgn mang Joni (gw pnggil 'mang' brhub org Sunda):

D: Malem mang, mo ngrapiin rambut ni sklian krimbat,.
Mang Joni: Duduk, silakan duduk. Mo drapiin mas gimbalnya??
D: Iyah, sklian krimbat bsa mang?
Mang Joni: Bisa mas bisa,.

(gw duduk smntra mang Joni nylimutin sprei biar baju gw gk kna sisa2 ptgn rmbut)

D: Mang, tukang kue dibawah baru yah mang?
Mang Joni: Baru mas, laris manis tuh kuenya, tiap hari abis...
D: Ouw, blh tuh ntr bis ni saia coba dh. Eh, tpi jam sgni msh ad gk yah kuenya?
Mang Joni: Oh psti ada mas, aplgi tdi saia bis kdatengan planggan,.
D: Lha,.plnggan yg mnta cukur ap mo beli kue?
Mang Joni: Ya mnta cukur lah mas,saia kan gk dagang kue,.
D: Loh apa hub'nya mang??
Mang Joni: *diam tanpa suara*

tsiing,.tsiiing,.
(mang Joni lgi ngasah piso cukurnya)

D: Ati-ati yah mang, kyknya tu piso cukur tajem beud,.
Mang Joni: Tnang aj mas, ni piso cukur dah kyk tmn mamang sndiri,.
D: Ouw,dh kyk prpanjangan tgn sndri yah mang,.canggih,.canggih,.
Mang Joni: Palagi harganya mahal,dijamin gk brasa dh,.
D: Hah,brasa paan mang?
Mang Joni: Brasa sakitnya,.
D: Hah, sakit??

*hening*

Mang Joni: MAMAM NEEHHH,..!!!

*...CROOOTTT...*

D: AAAKKKKHHHH,....



[sekian review gw ttg film Sweeney Todd, overall ni film dpt 4 bintang dri gw pribadi,..feel free to drop by, read, n give comment,thx,..]

Senin, 18 Mei 2009

KETIKA DUNIA MELIRIK PANCASILA KITA MEMELUK NEO LIBERALISME


Bangsa kita kini seakan-akan tidak mengenal dirinya sendiri sehingga budaya atau nilai-nilai dari luar baik yang sesuai maupun tidak sesuai terserap bulat-bulat. Nilai-nilai yang datang dari luar serta-merta dinilai bagus, sedangkan nilai-nilai luhur bangsa yang telah tertanam sejak lama dalam hati sanubari rakyat dinilai usang. Lihat saja sistem demokrasi yang kini tengah berkembang di Tanah Air yang mengarah kepada paham liberalisme. Padahal, negara Indonesia—seperti ditegaskan dalam pidato Bung Karno di depan Sidang Umum PBB—menganut faham demokrasi Pancasila yang berasaskan gotong royong, kekeluargaan, serta musyawarah dan mufakat. 

Sistem politik yang berkembang saat ini sangat gandrung dengan paham liberalisme dan semakin menjauh dari sistem politik berdasarkan Pancasila yang seharusnya dibangun dan diwujudkan rakyat dan bangsa Indonesia. Terlihat jelas betapa demokrasi diartikan sebagai kebebasan tanpa batas. Hak asasi manusia (HAM) dengan keliru diterjemahkan dengan boleh berbuat semaunya dan tak peduli apakah merugikan atau mengganggu hak orang lain. Budaya dari luar, khususnya paham liberalisme, telah merubah sudut pandang dan jati diri bangsa dan rakyat Indonesia. Pergeseran nilai dan tata hidup yang serba liberal memaksa bangsa dan rakyat Indonesia hidup dalam ketidakpastian. Akibatnya, seperti terlihat saat ini, konstelasi politik nasional serba tidak jelas. Para elite politik tampak hanya memikirkan kepentingan dirinya dan kelompoknya semata. 

Dalam kondisi seperti itu—sekali lagi—peran Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara memegang peranan penting. Pancasila akan menilai nilai-nilai mana saja yang bisa diserap untuk disesuaikan dengan nilai-nilai Pancasila sendiri. Dengan begitu, nilai-nilai baru yang berkembang nantinya tetap berada di atas kepribadian bangsa kita. Pasalnya, setiap bangsa di dunia sangat memerlukan pandangan hidup agar mampu berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas arah dan tujuan yang hendak dicapai. Dengan pandangan hidup, suatu bangsa mempunyai pedoman dalam memandang setiap persoalan yang dihadapi serta mencari solusi dari persoalan tersebut. 

Bangsa dan rakyat Indonesia sangat patut bersyukur bahwa founding fathers telah merumuskan dengan jelas pandangan hidup bagi bangsa dan rakyat Indonesia yang dikenal dengan nama Pancasila. Bahwa Pancasila telah dirumuskan sebagai jiwa seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia, dan dasar negara Indonesia. Juga sekaligus menjadi tujuan hidup bangsa Indonesia. 

Di depan Sidang Umum PBB, 30 September 1960, Presiden Soekarno menegaskan bahwa ideologi Pancasila tidak berdasarkan paham liberalisme ala dunia Barat dan paham sosialis ala dunia Timur. Juga bukan merupakan hasil kawinan keduanya. Tetapi, ideologi Pancasila lahir dan digali dari dalam bumi Indonesia sendiri. Secara singkat Pancasila berintikan Ketuhanan Yang Maha Esa (sila pertama), nasionalisme (sila kedua), internasionalisme (sila ketiga), demokrasi (sila keempat), dan keadilan sosial (sila kelima). 

Dalam kehidupan kebersamaan antar bangsa di dunia, dalam era globalisasi yang harus diperhatikan, pertama, pemantapan jati diri bangsa. Pengembangan prinsip-prinsip yang berbasis pada filosofi kemanusiaan dalam nilai-nilai Pancasila, antara lain: 
> Perdamaian—bukan perang. 
> Demokrasi—bukan penindasan. 
> Dialog—bukan konfrontasi. 
> Kerjasama—bukan eksploitasi. 
> Keadilan—bukan standar ganda. 

Sesungguhnya, Pancasila bukan hanya sekadar fondasi nasional negara Indonesia, tetapi berlaku universal bagi semua komunitas dunia internasional. Kelima sila dalam Pancasila telah memberikan arah bagi setiap perjalanan bangsa-bangsa di dunia dengan nilai-nilai yang berlaku universal. Tanpa membedakan ras, warna kulit, atau agama, setiap negara selaku warga dunia dapat menjalankan Pancasila dengan teramat mudah. Jika demikian, maka cita-cita dunia mencapai keadaan aman, damai, dan sejahtera, bukan lagi sebagai sebuah keniscayaan, tetapi sebuah kenyataan. Mengapa? Karena cita-cita Pancasila sangat sesuai dengan dambaan dan cita-cita masyarakat dunia. Bukankah kondisi dunia yang serba carut-marut seperti sekarang ini diakibatkan oleh faham-faham di luar Pancasila? Bukankah secara de facto faham komunisme telah gagal dalam memberikan kedamaian dan kesejahteraan bagi rakyat Uni Soviet? Bukankah faham liberalisme banyak mendapat tentangan dari negara-negara berkembang? 

Era globalisasi kiranya menjadi momentum yang sangat baik guna membangun tatanan dunia baru yang terlepas dari hingar-bingar perang dan kekerasan. Saat ini menjadi momentum yang sangat berharga bagi semua warga dunia untuk menghilangkan chauvinisme dan mengarahkan pandangan kepada Pancasila. Bahwa nilai-nilai luhur Pancasila yang 'taken for granted' dapat menciptakan kondisi dunia menuju suasana yang aman, damai, dan sejahtera. Dunia menjadi aman, sesuai nilai Pancasila, karena setiap negara di dunia menghargai dan menghormati kedaulatan setiap negara lain. Kedamaian dunia tercipta, karena Pancasila sangat menentang keras peperangan dan setiap tindak kekerasan dari satu negara kepada negara lain. Dan, kesejahteraan dunia bisa tercapai, sesuai nilai-nilai Pancasila, karena kesetaraan setiap negara di dunia sangat membuka peluang kerja sama antar negara dalam suasana yang tulus, tidak dalam sikap saling curiga, serta tidak saling memusuhi.



*kredit pada Prihandoyo Kuswanto*

Kamis, 14 Mei 2009

Selamat Pagi Nusantara

Halo Nusantara,.!
Selamat pagi nusantara,.(berhubung gw tulis blog ini pagi-pagi,hehe)

oke,.blog gw dah jadi,.dan langkah selanjutnya adalah perkenalan diri di posting gue yang pertama ini,.

nama gue prasetya dika,.
alasan gue membuat blog ini adalah untuk mengutarakan pikiran-pikiran gue yang tampaknya sudah gak kuat lagi ditampung otak gue yang kecil ini,.

n salah satu yg pgn cpet2 gw pindahin k bntuk tulisan adalah pemikiran2 akan betapa concern-nya gue terhadap negri ini,hehe,.nasionalis abis,. :P

yah mgkn posting-an gw k dpan bkl sputar isu2 politik yg sdg hangat,atau juga isu2 global sperti global warming atau flu babi yang sedang ramai-ramainya diberitakan,.hehe

selain itu isi posting-an gue nanti bakal seputar ulasan tentang film,membahas update berita2 trbaru,atau juga tulisan2 lain yang ga pnting,hehe,. :P

yah sekian dulu kata sambutan dari gue,.untuk selanjutnya silahkan nikmati saja blog gw,. :)