Rabu, 27 Mei 2009

Elegi Alutsista

Ibarat lelaki kuat dan tangguh namun terancam dikebiri, begitulah kondisi TNI kita sekarang. Keperkasaan TNI yang sempat membuat Australia was-was, kini hanya dipandang sebelah mata oleh negara lain, bahkan oleh Malaysia, negara kecil yang tidak lebih luas dari kota Jakarta. Siapa yang menginginkan TNI lemah?

Salah satu bukti kurangnya perhatian pemerintah terhadap TNI adalah minimnya alokasi anggaran untuk ALUTSISTA (alat utama sistem pertahanan) TNI. Akibatnya banyak alutsista kita sudah tidak layak pakai, termasuk pesawat Hercules. Hal ini memicu terjadinya kecelakaan seperti kasus di Magetan, Jawa Timur.

Ironisnya, tidak satu suara dalam menanggapi kasus tersebut, Presiden SBY mengakui pemerintah memotong anggaran alutsista TNI. Namun biaya rutin seperti pemeliharaan dan sebagainya tidak dikurangi. Sangat berbeda dengan pernyataan Wapres Jusuf Kalla, yang terang-terangan menyatakan kecelakaan pesawat TNI sering terjadi akibat minimnya anggaran untuk alutsista. Bahkan JK mengaku sejak 2 tahun lalu telah meminta agar alutsista TNI disempurnakan. Ia meminta agar TNI diberikan dengan panser terbaik yang kita bikin, dari kemampuan dan otak kita sendiri, bukan dari luar. Lain lagi pendapat Sri Mulyani. Menurutnya, alokasi anggaran alutsista TNI merupakan kesepakatan pemerintah bersama DPR, bukan keputusan menkeu.

Terlepas dari siapa yang benar, fakta minimnya anggaran yang disediakan pemerintah menyebabkan TNI menjadi lemah dan merupakan penyebab keadaan alutsista seperti sekarang ini.

Pada APBN 2009, TNI dan Dephan hanya mendapat dana Rp. 35 Triliun pada APBN 2009 atau turun dibanding tahun anggaran 2008 sebesar Rp. 36,39 Triliun. Padahal untuk negara sebesar dan seluas indonesia dibutuhkan dana Rp 100 Triliun pertahun atau USD 11 Milyar setahun. Bandingkan dengan negara sekecil Singapura. Untuk tahun ini tentaranya mendapat anggaran sebesar 4,4 miliar USD. Sementara TNI hanya mendapat 3,6 miliar USD

Minimnya anggaran untuk TNI menyebabkan RI kerap dianggap sebelah mata oleh negara tetangga. Dalam beberapa tahun terakhir, setidaknya negara kita telah dua kali bersitegang dengan Malaysia terkait masalah perbatasan atau kepemilikan pulau. Selama itu pula kita ragu dengan kekuatan bersenjata kita jika perang akhirnya meletus. Malaysia mengetahui kelemahan kita. Karena itu, Tentara DiRaja Malaysia memanas-manasi dengan menembaki kapal TNI AL yang sedang berpatroli.

Belajar dari kasus tersebut, sudah seharusnya pemerintah lebih memperhatikan TNI. Saatnya pemerintah melepaskan diri dari ketergantungan luar negeri terkait pengadaan suku cadang peralatan perang TNI dan membangun industri strategis dalam pengadaan alutsista. Kita mampu melakukan hal ini, jadi ketika kita di-embargo seperti yang dilakukan AS beberapa waktu lalu, TNI tidak kesulitan mendapat suku cadang yang diperlukan. Tidak boleh ada lagi nyawa anggota TNI yang melayang hanya gara-gara masalah sepele, anggaran terbatas. Angkatan bersenjata yang kuat tentu akan menambah besar wibawa bangsa, bukan dalam artian berperang, tetapi setidaknya untuk berjaga-jaga dan agar tidak dianggap remeh negara tetangga.

referensi: (berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar